Waktu
terus berlalu, tak terasa kini sudah beranjak kelas 5 SD. Aroma persaingan
tetap ada antara aku dan Lia, dan sekarang selalu menguntit dibelakang kami
Vita yang saat kelas 3 kemarin meraih ranking 2. Tak banyak yang berubah, kami
masih berlomba-lomba dalam berprestasi. Namun entah kenapa, tidak tau kosakata
darimana, muncul kata pacaran. Aku dan Lia sering “dipasang-pasangkan” hanya
karena aku ranking 1 dan Lia ranking 2, kok bisa??bahkan pernah dipasangkan
dengan Vita, apalagi ini?? Semenjak itu mulai tuh banyak teman – teman yang
dipasang-pasangkan hanya karena kedekatan yang sebenarnya itu wajar buat anak –
anak usia sekolah dasar.
Mungkin
hormon pertumbuhannya berkembang lebih cepat dan pengaruh televisi, anak usia
kelas 5 sekolah dasar sudah mengerti pacaran. Bagaimana denganku?? Jujur aku
sendiri tak begitu tahu apa maksud kata “pacar”, “pacaran”, “cinta” dll kata
yang masih terdengar asing menurutku. Namun aku mulai merasakan ada perbedaan bergaul
dengan teman laki-laki dan teman perempuan, kalau dulu kelas 1 sampai kelas 4
bermain bersama antara laki-laki dan perempuan biasa saja, tidak ada yang
dirasa tabu, semuanya sama tidak memandang jenis kelamin. Tetapi menginjak
kelas 5 SD ada perasaan aneh ketika bermain dengan anak perempuan, ada perasaan
canggung, aneh, malu macam-macam deh rasanya. Mungkin salah satunya mulai
menyadari ternyata kami berbeda jenis kelamin dan perilaku, yang laki-laki
ingin kelihatan seperti jagoan yang perempuan ingin kelihatan cantik, dan aku
menyadarinya seperti itu.
Saling
megejek satu sama lain terus berlanjut hingga tingkat akhir sekolah dasar yaitu
kelas 6 SD. Bicara tentang si A pacarnya si B lah, si X pacarnya si Y lah,
bahkan sering kali di tulis di buku atau di meja si A love si B dan macam –
macam tingkah polah anak-anak SD waktu itu. Termasuk aku juga tak luput dari
godaan teman – teman sekelas terlebih lagi aku dan Lia memang sering bersaing
dalam peringkat kelas, malah ada yang menjuluki kami “Raja da Ratu” aiihh
muncul darimana pula kata – kata itu. Tak jarang tulisan “Dani pacarnya Lia”, “
Lia love Dani” dan semacamnya ada di meja, bangku, buku tulis, tembok kelas,
setiap kami ada interaksi sedikit saja pasti kelas langsung ramai pada bersorak
puas mengejek aku dan Lia. Tak tahu kenapa mereka sampai sebegitunya. Karena
aku masih tak tahu apa-apa aku hanya megelak dan menegaskan aku tidak ada
hubungan apa-apa seperti yang mereka ejek.
Sepertinya
ejekan teman – teman mempercepat laju hormon pertumbuhanku, semakin sering aku
mengelak ejekan teman – teman dari penolakan – penolakan itu muncul rasa senang
bila diganggu, senang bila “dipasang-pasangkan”, munculah perasaan malu dan
berdebar-debar jika bertemu dengan Lia, dalam hati ku bertanya “Inikah yang
namanya cinta?”, “inikah maksud dari kata yang selama ini teman-teman ejekan
padaku?”. Namun makin lama aku sudah
terbiasa dan cuek terhadap ejekan itu walaupun sesekali ejekan kutanggapi.
Bagaimana
dengan Lia? Sebenarnya aku kurang tahu bagaimana perasaannya saat itu,
malukah?kesalkah?jengkelkah jika diejek seperti itu? Aku tak melihat ekspresi
apa-apa jika ia diejek, atau mungkin dia menyembunyikan perubahan wajah, sikap,
tutur kata saat “dipasangkan”. Akan tetapi pada hakikatnya perempuan itu lebih
perasa bisa jadi yang dirasakan melebihi yang aku rasakan dan aku baru
menyadarinya saat aku memasuki akhir kelas 1 SMP.
Ujian
Akhir Nasional untuk tingkat Sekolah Dasar sudah berakhir, teman – teman kelas
heboh menanyakan satu sama lain ingin melanjutkan kemana. Ada yang ke SMP
kecamatan, ada yang melanjutkan ke pondok pesantren, ada juga yang tidak
melanjutkan sekolah. Bagaimana denganku?? Banyak yang mengharapkan aku
melanjutkan sekolah di SMP kabupaten, SMP favorit yang ada di kotaku. Namun
dengan pertimbangan tidak ada teman ditambah biaya yang mahal aku memilih
sekolah yang ada di Kecamatan. Memang sebagian besar teman kelasku melanjutkan
ke SMP Kecamatan selain dekat biayanya juga tidak terlalu mahal, masih
terjangkau untuk keluarga petani dan guru. Bagaimana dengan Lia? Ia juga masuk
sekolah di Kecamatan. Dalam hati aku ingin tahu kemana sainganku melanjutkan
sekolah, namun jika aku tanya pasti suasana jadi ramai dan kami kembali menjadi
bahan olokan anak-anak. Ada sebuah trik yang entah aku dapat dari mana, mungkin
dari salah satu sinetron di televisi,
“
Vit, kamu nglanjutin kemana?” tanyaku. “ke SMP Kecamatan Dan..” jawab vita
“Oh,
sama siapa aja yang ngelanjutin kesana?” tanyaku lagi, sebenarnya ini
pertanyaan basa basi.
Yang aku ingin tahu Lia juga ngelanjutin ke sana juga apa
tidak.
“banyak
kok, ada Lia, Indah, Meli, Yanti dll” jawab vita lagi.
Tuh
kan jika kita malu menanyakan pada seseorang secara langsung, tanyalah pada
orang ketiga. Dari trik tadi aku bisa gali banyak hal. Termasuk kapan mau
mendaftar, mau registrasi ulang, dan lain sebagainya.