Senin, 19 Agustus 2013

Something About L.O.V.E

Dijadikan terasa indah dalam pandangan manusia cinta terhadap apa yang diinginkan, berupa perempuan – perempuan, anak – anak, harta benda yang bertumpuk dalam bentuk emas dan perak, kuda pilihan, hewan ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yag baik” (Ali Imran : 14)

Seandainya Majelis Ulama Indonesia (MUI) membolehkan pacaran, sepertinya saat ini sudah banyak aktivis yang berpacaran. Mungkin karena pacaran itu identik dengan kegiatan yang cenderung mengarah kepada zina makanya pacaran itu dilarang. Lalu bagaimana kalau pacaran tetap menjaga nilai – nilai syari? Saling menasehati dalam kebaikan dan kesabaran? Ah…kawan, sering kali logika keimanan kita kalah oleh logika perasaan. Lebih sering menuruti perasaan daripada keimanan kita. Lebih sering mencari – cari alasan syari untuk suatu pembenaran..
Rasa cinta merupakan rahmat Allah yang luar biasa, dengan cinta seorang ibu rela ‘menderita’ selama 9 bulan, dengan cintalah Ainun selalu menemani Habibie kapanpun dan dimanapun berada, dengan cinta pula Rasulullah memberi makan seorang buta yang selalu mencacinya. Cinta bisa membuat sesuatu yang biasa menjadi tampak luar biasa, mampu membuat energi yang dikeluarkan meningkat berkali lipat, akan tetapi jika bukan pada tempatnya cinta bisa membuat yang salah menjadi benar.
Sepertinya tantangan terbesar bagi aktivis bukanlah bagaimana membuat event yang menarik, bukan minimnya dana untuk kegiatan, bukan bagaimana mengelola organisasi yang baik, bukan pula mengelola individu yang berbeda dalam sebuah komunitas tetapi bagaimana mengelola hati jika muncul perasaan antar individu. Beberapa kali sempat mendengar kisah aktivis dakwah yang ‘menikmati cinta sebelum waktunya’,atau bahagia bisa merasakan “cinta”. Mungkin sebagian ada yang menyadari kalau apa yang mereka lakukan itu salah, namun sekali lagi kawan.. sering kali logika keimanan kalah oleh logika perasaan.
Pernah ada yang bilang pacaran memang enak kok, ada yang memperhatikan, ada yang selalu menanyakan “sudah makan belum?”, ada yang selalu mengingatkan jika salah, ada sosok yang bisa dirindukan kehadirannya, dan ada seseorang yang mengisi relung hati yang kosong. Yah..mungkin hal itu yang membuat logika perasaan lebih mendominasi daripada logika keimanan.
Kecenderungan manusia terhadap pasangan jenis (disebut pasangan jenis karena Allah menciptakan manusia berpasang-pasangan bukan berlawanan –red) adalah suatu yang wajar, kadang seorang laki – laki cenderung merasa nyaman bersama wanita pun begitu sebaliknya. Jika muncul rasa cinta diantara mereka itu sesuatu yang baik jika dilakukan dengan tata cara yang diajarkan.
Fenomena ini bukan sepenuhnya salah kawan kita yang jatuh cinta, karena bisa jadi ketika dia butuh perhatian kita tak ada untuknya, ketika dia butuh semangat kita pun tak ada untuknya, dan ketika dia butuh orang yang mengingatkan kita juga tak ada untuknya sehingga ketika ada orang lain yang memberi perhatian, semangat dan mengingatkannya itu bak gayung bersambut. Dan akhirnya ia lebih merasa nyaman bersama orang lain daripada bersama kita.

Namun, bagaimanapun juga mereka yang ‘merasakan cinta’ tetap kawan kita, tetap saudara kita. Ukhuwah ini tak akan pudar meski kita kini “berbeda pandangan”. Maafkan kami yang tak ada ketika kau butuh, maafkan karena tak memberi perhatian yang cukup, dan maafkan kami jika telah membiarkan kau sendiri dalam kebingungan. Semoga Allah memberi hidayah untuk kita kawan.

Rabu, 29 Mei 2013

Mengapa Aku Memilih Tarbiyah

Aku kenal tarbiyah memang belum lama, awal ikut sebenarnya juga ga sengaja, ikut mabit (malam bina iman dan taqwa) terus tau-tau dikelompokin dan diajak ada pertemuan rutin, akhirnya aku ikut terus bahkan sampai lulus SMA aku pun lanjut di kampus. Beberapa tahun yang lalu aku sadar ternyata pengelompokan seperti itu adalah ‘format nasional’ karena di kampus pun formatnya sama seperti itu. 

Meski waktu itu marak isu terorisme yang pelakunya dulunya dianggap anak yang alim ‘aktivis masjid’ sehingga media mengingatkan untuk berhati-hati dengan gerakan seperti itu apalagi sasarannya adalah kebanyakan pelajar, aku tak pernah terbesit sedikit pun halaqah itu seperti yang diberitakan TV, justru aku merasa senang ikut di kelompok halaqah itu (nama kerennya mentoring). Aku masih inget mentorku bilang yang ikut mentoring ini bukan cuma orang biasa tapi pejabat banyak yang mentoring juga, maklum anak kampung yang ga tau apa-apa diceritain seperti itu langsung takjub. Waktu itu disebutin ketua MPR pak Hidayat Nur Wahid, Menpora pak Adhiyaksa Daud ternyata ikut mentoring, dalam hati aku berkata “beuh..keren juga nih”. Saat masuk kampus aku baru sadar kalau ini adalah Jamaah Tarbiyah.

Di dalam Tarbiyah ini juga aku bertemu dengan teman-teman luar biasa yang sering kali membuatku rindu, rindu canda tawa mereka, bercengkrama selepas sekolah mengandai-andai ide-ide besar yang ingin dilakukan, rindu merasakan kehujanan saat menyebar proposal sponsor, rindu berdiskusi mengagendakan rihlah kelompok halaqah namun berujung pada rihlah ROHIS se-kabupaten, rindu untuk berdebat mengutarakan pendapat masing-masing dan rindu makan mie ayam setelah halaqah.

Di dalam Tarbiyah kami merasakan betapa manisnya ukhuwah itu, mengajarkan untuk berpikir besar, dan meluruskan niat semua amal hanya karena Allah. Seorang dosen pernah memberikan nasehat ‘ Seandainya di akhirat nanti kamu di tanya amalan apa yang kamu kerjakan secara kontinue? Maka selain menjawab amalan wajib dan sunnah kamu juga bisa menjawab saya mengikuti kajian tarbawi setiap pekan’.

Namun menjadi orang Tarbiyah atau bukan itu adalah pilihan. Karena tidak ada paksaan dalam Islam. Jika sebuah jamaah ibarat kendaraan bila ingin pergi ke satu tujuan kita berhak memilih kendaraan mana yang akan kita tumpangi apakah mobil, motor, angkot, bus,pesawat atau yang lain, tergantung selera, kenyamanan, keefisienan dll. Akan tetapi ketika sudah memilih satu kendaraan kita harus menghormati aturan yang berlaku di dalam kendaraan tersebut, misal di Pesawat handphone/alat elektronik harus dimatikan karena bisa mengganggu penerbangan namun tidak halnya dengan di mobil, angkot, ataupun kereta. Memang ga bisa dianalogikan semudah itu tapi itulah kira-kira gambarannya. Poin intinya adalah ketika sudah memilih maka kita menghormati dan patuh pada aturan yang berlaku.

Di Tarbiyah ini aku bertemu dengan manusia-manusia yang “berbeda” dari kebanyakan  orang. Kata mentorku dulu, “Mentoring itu membuat kita berbeda dan memang berbeda, jadi kita mesti siap menjadi orang yang berbeda”. Ya, pernah di saat kegiatan OSIS atau Ekstrakurikuler lain mengadakan acara yang lingkupnya sekolah saja, anak-anak ROHIS yang notabene waktu itu terwarnai dengan Tarbiyah membuat sebuah gebrakan, Motivation Training untuk siswa SMA se-kabupaten dengan peserta 2000 orang. Sesuatu yang tidak biasa bagi siswa SMA, apalagi di kota kecil yang jauh dari ibu kota. Tidak sedikit yang mencibir, banyak pula yang menganggap remeh, tapi mereka tak pernah goyah. Itulah mereka selalu memikirkan gagasan besar yang berujung pada agenda yang luar biasa.

Ya, semangat yang tak pernah padam itu yang terlihat kawan-kawanku di Tarbiyah ini. Sering kali ide-ide besar muncul dari kelompok kecil halaqah, waktu itu aku dan kawan se-halaqah ingin mengadakan rihlah (tafakur alam) untuk kelompok kami namun seorang kawan mengusulkan agar menjadi rihlah ROHIS saja. Begitu ditawarkan ke kawan-kawan ROHIS yang lain justru mereka mengusulkan agar menjadi rihlah ROHIS se-kabupaten sekaligus mengaktivkan ROHIS di SMA yang lain. Akhirnya dengan panitia kurang lebih 20 orang rihlah ROHIS se-kabupaten terlaksana dengan peserta mencapai 200 orang, bahkan karena semangatnya ada panitia yang jatuh pingsan kelelahan.

Di Tarbiyah ini pula aku belajar tentang ukhuwah, ukhuwah itu sederhana ketika bertemu dengan temanmu maka ucapkanlah salam, ketika kau mempunyai makanan maka berbagilah, ketika temanmu sakit maka jenguklah ia, ketika temanmu ulang tahun sampaikanlah doa untuknya, ketika temanmu terjatuh maka ulurkanlah tanganmu, ketika temanmu khilaf maka nasehatilah ia, ketika temanmu berprestasi maka ikut bergembiralah, ketika temanmu dirundung duka maka tepuklah pundaknya dan pinjamkan bahumu untuk bersandar, ketika temanmu sedang kesulitan maka katakan “apa yang bisa saya bantu?”, ketika temanmu berbuat salah janganlah kau langsung menghakimi tetapi tabayun terlebih dahulu dan ingatkan ia, dan ketika kau sholat malam maka sebutlah nama mereka dalam untaian doa yang kau panjatkan. Ya, sesederhana itu ukhuwah yang ku pelajari di Tarbiyah, semua itu tidak membutuhkan harta yang melimpah, raga yang kuat, waktu yang luang, pikiran yang cerdas,..tetapi membutuhan hati yang ikhlas.

Di atas aku mengatakan menjadi Tarbiyah atau bukan itu adalah pilihan, oleh karenanya ada beberapa temanku yang memilih tidak menjadi bagian dari Tarbiyah. Ada yang menemukan tempat yang menurutnya lebih baik, ada juga yang tidak suka aturan yang berlaku di ‘kendaraan’ ini. Memang berada di Tarbiyah tidak selalu menyenangkan, lelah fisik dan fikiran itu hal yang biasa, kecewa dengan keputusan jamaah, atau kerja kerasnya sering kali tidak dihargai memang itu bisa saja terjadi karena jamaah ini adalah jamaah manusia yang pasti pernah salah dan lupa. Namun seperti apa yang pernah diutarakan oleh Sarwo Widodo


Apakah mereka yang selalu berbuat baik itu tak pernah "terluka"? ah kawan.. boleh jadi mereka lah yang paling banyak terluka di "jalan ini" bahkan mungkin hati mereka sudah tak utuh lagi.. tercabik dan terkoyak di sana-sini..lalu mengapa mereka terus menebar kebaikan..? karena yang mereka cintai adalah Allah… bukan dirinya sendiri.
Tarbiyah ini bagiku seperti rumah sederhana di kaki gunung dengan taman kecil dan pohon yang rindang di halamannya. Meski kecil tapi aku merasa nyaman, suasana yang sejuk membuatku betah tinggal di rumah ini. Tinggal di kaki gunung bukan tanpa rintangan, sering kali angin lembah turun menuruni bukit dan menerpa rumah ini, paginya daun-daun berserak mengotori halaman. Tapi daun yang berjatuhan itu bisa memunculkan rutinitas yang menyenangkan di pagi hari, yaitu menyapu halaman, ditemani udara yang sejuk dan pemandangan kota menyapu halaman bisa menjadi kegiatan yang asyik. Tinggal kita merawat dan mengokohkan bangunan rumah agar tetap kuat jika diterpa angin.

Sekali lagi itu adalah pilihan, ada yang merasa nyaman ada juga yang tidak. Namun bagiku “rumah” ini masih nyaman, apakah aku tidak akan pindah ke rumah yang lain?? Hmm…bisa jadi kalau ada rumah yang lebih nyaman, tapi sampai saat ini aku belum menemukan “rumah” yang lebih nyaman selain Tarbiyah.

Senin, 11 Maret 2013

Sebuah Cerita : CInta Monyet...#3 (L.A.P)


      Akhirnya pengumuman penerimaan siswa baru disampaikan juga termasuk kelas yang di tempati. Walaupun waktu SD aku selalu peringkat atas namun nilai UAN ku termasuk yang biasa – biasa saja dibandingkan dengan SD yang lain, bahkan dengan teman SD senidiri saja aku di lampaui, tapi tak masalah buatku. Meskipun begitu aku masih bisa masuk kelas unggulan di sekolah itu, yah sekolahku itu menerapkan sistem unggulan dan non unggulan. Tidak ada perbedaan yang signifikan hanya saja yang menempati kelas unggulan itu yang mempunyai peringkat tertinggi meskipun belum tentu yang nilainya tinggi saat masuk nilainya tinggi pula saat di ujian atau ulangan harian. Aku tahu betul itu, karena aku sendiri yang mengalami hal itu.

       Aku sempat senang karena di kelas itu aku tidak sendiri dari SD ku, ada beberapa teman yang masuk di kelas yang sama, tapi ternyata lia juga masuk di kelas yang sama. Aku sempat khawatir gossip dan ejekan saat SD kembali menyebar, namun aku berfikir ‘ah, ini kan kebanyakan teman baru dan teman SD ku cuma beberapa aja..ga bakalan ada yang taulah’. Sebenarnya agak kurang enak ada di kelas unggulan, kami tak pernah menang kalau bermain sepakbola padahal sepak bola itu permainan paling bergengsi di sekolahku. Tapi kalau urusan lomba yang lain, kelas kami boleh untuk dipertimbangkan.

     Aku senang di kelas ini, kami punya wali kelas yang sangat baik namanya Ibu Laily. Meskipun sudah tua tapi beliau sangat memperhatikan kami, kalau kami ada salah sedikit pasti langsung dinasehati. Cara menasehatinya  juga unik, beliau seolah – olah memperlakukan kami seperti anak TK, kadang lucu, kadang juga bikin sakit hati, tapi  itulah beliau semua anak di kelas menghormati beliau. Setelah beberapa lama aku cukup nyaman di kelas dan aku termasuk anak yang jarang ngobrol, main dengan teman perempuan. Saat cowok-cowok mulai mendekati cewek – cewek aku hanya duduk melihat aksi cowok – cowok menarik perhatian si cewek, tiba – tiba ada seorang cewek duduk di sebelahku

“Dan, kamu itu L.A.P ya?” Tanya temen cewek di sebelahku, namanya Tika.
“L.A.P? apaan tuh?”
“ Laki-laki Anti Perempuan…”
“ Eh?? Kok kamu nanya gitu?”
“ Iya soalnya kamu kaya jarang ngedeketin perempuan.. hahaha”

     Dalam hati aku merasa ‘panas’, ga mau dikatain L.A.P apalagi cewek yang ngomong. Akhirnya aku mulai ikut nimbrung dengan obrolan – obrolan cewek – cewek, ada beberapa cewek yang jadi primadona tapi aku ga tertarik buat ngedekitin dia. Ada seorang cewek  yang aku simpatik dengan dia, wajahnya ga cantik emang, manis juga ga terlalu, kulitnya juga ga putih, kalau orang jawa bilang kulitnya ‘Kuning Langsat’. Tetapi dia itu kalau orang jawa bilang ‘ayu’ – bukan nama orang lho - , agak susah mendeskripsikan ‘ayu’ seperti itu apa, hanya ‘ayu’ itu terasa enak jika dipandang ditambah dengan perilaku yang sopan. Cewek yang kukagumi itu namanya Ana.

     Suatu ketika SMPku pulang lebih awal karena guru – guru ada rapat mendesak, aku dan beberapa teman SDku langsung berencana mengunjungi SD ku dulu. Tak disangka ternyata teman – teman cewek semasa SD juga datang, termasuk Lia. Setelah bersalaman dengan guru – guru kami langsung menuju kantin, ngobrol – ngobrol dengan ibu kantin yang sering jadi langganan kami dulu dan tak lupa beli “jajanan”.  Saat jajan itulah ada teman yang menggodaku dengan Lia lagi, yang lain pun langsung ketawa. Karena di kelas ada orang yang kukagumi jadi aku santai – santai saja,

“Ah itu kan masa lalu, sekarang udah ada cewek yang aku suka” kataku,

     Pada waktu itu aku melihat Lia, dia terlihat ga ada ekspresinya. Padahal aku mengatakan itu hanya ingin tahu Lia cemburu atau tidak, meskipun ada cewek yang aku kagumi aku masih belum bisa melupakan Lia.