Mahasiswa,
yah itu lah kata yang menjadi dambaan para pelajar yang lulus SMA. Kata yang
terbentuk dari kata Maha – Siswa menunjukan bahwa mahasiswa menempati strata
tertinggi dalam dunia pendidikan Indonesia. Masyarakat awam menganggap bahwa
mahasiswa adalah pemuda-pemudi yang memiliki intelektualitas yang mumpuni. Ya
intelektualitas, proses masuk ke perguruan tinggi untuk mendapatkan label
mahasiswa memang tidaklah gampang dan tidak semua remaja lulusan SMA diberi
kesempatan oleh yang Maha Kuasa untuk menimba ilmu di perguruan tinggi.
Tercatat warga Indonesia dengan umur antara 18-25 tahun hanya sekitar 2 % yang
menjadi mahasiswa sehingga wajar label intelek melekat pada diri mahasiswa.
Sayangnya
intelektualitas (IQ) yang mumpuni sering kali tidak diikuti oleh kecerdasan
emosi yang mumpuni. Kecerdasan emosi atau emotional quation (EQ) inilah yang
sebenarnya membentuk siapa mahasiswa itu dikalangan masyarakat. Bagaimana ia
berinteraksi dengan lingkungan sosialnya,bagaimana ia memanfaatkan peluang dan
bagamana ia bisa menjalin hubungan baik dengan rekan atau network yang
dimilikinya merupakan beberapa hal yang seyogyanya dimiliki mahasiswa. Sebuah
penelitian di AS menyebutkan bahwa faktor intelektualitas bukan menjadi
pertimbangan utama dalam proses seleksi pekerjaan, IQ yang salah satu
indikatornya bisa dilihat melalui IP hanya menempati urutan ke – 17. Penelitian
ini menempatkan jujur sebagai pertimbangan utama setelahnya baru disiplin,
kerja keras, dll. Ini menunjukan bahwa Emotional Quation sangat berpengaruh
dalam kehidupan manusia saat ini bukan hanya semata-mata mempunyai nilai bagus
dan IP tinggi.
Emotional
Quation sangat dekat dengan kata karakter dan hati, kecerdasan emosi bisa
terlihat dari bagaimana kita berinteraksi dengan orang lain, bagaimana kita
bersikap dan bertindak, bagaimana kita bersimpati dan berempati terhadap orang
disekitar kita yang semua itu bisa dirangkum dalam satu kata yaitu KARAKTER. Sedangkan
HATI memegang peran bagaimana mengendalikan dan memfungsikan perasaan dalam
perilaku kita sehingga tidakan yang dilakukan bukan semata – mata hasil analisa
akal melainkan unsur emosi yang membuat tindakan itu menjadi pantas atau tidak
pantas.
Terjun ke
masyarakat langusung merupakan salah satu cara untuk merangsang kecerdasan
emosi mahasiswa agar berkembang. Berinteraksi dengan masyarakat, mengenal lebih
dalam dan memahami kondisi sosio-kultural yang terjadi di masyarakat bisa melatih hati untuk lebih peka tehadap
lingkungan sekitar. Tentu hal ini berperan dalam mengembangkan peran mahasiswa
sebagai agen of the change, sebagai
agen perubahan tentu mesti tahu apa yang harus dirubah dan permasalahan bangsa
ini sebagian besar terdapat pada masyarakat bangsa itu sendiri, kemiskinan,
kesehatan, ketahanan pangan pelaku dan korbannya sebagian besar adalah
masyarakat. Masyarakat merupakan bagian penting dalam sebuah negara, tanpa
adanya masyarakat negara tidak akan terbentuk dan masyarakat pula yang menjadi
entitas terbesar dari sebuah negara. Oleh karenanya mahasiswa sebagai agent of
change ketika menjalani fase pembelajaran di kampus tidak hanya memikirkan
bagaimana saya ketika lulus?saya mau bekerja dimana? Atau setelah lulus saya
mau kemana? Akan tetapi sudah mulai dipikirkan ketika lulus nanti mau terjun di
sektor apa? Manfaat apa yang bisa saya berikan untuk masyarakat dengan ilmu
saya? Frame yang dibentuk adalah frame berkontribusi.
Program
Kuliah Kerja Profesi (KKP) IPB merupakan program sangat cocok untuk melatih dan
merangsang mahasiswa untuk berkontribusi, tidak hanya sekedar melakukan
kewajiban akademik namun melatih mahasiswa untuk menjadi problem solver (sesuai
kapasitas keilmuannya) terhadap permasalahan yang dialami oleh masyarakat di
desa. KKP IPB menjadi sarana mahasiswa untuk mengenal lebih dekat dan memotret
kondisi masyarakat terutama masyarakat pedesaan baik itu kendala, potensi, dan karakter
warganya. Walaupun hanya satu desa yang disinggahi namun setidaknya inilah
salah satu potret masyarakat desa Indonesia dimana mahasiswa pada nantinya akan
bersentuhan dengan mereka apakah itu terkait pekerjaan maupun lingkungan tempat
tinggal. Terjun ke masyarakat melalui KKP ini mampu memberi input bagi
perencanaan mahasiswa dalam persiapan pasca kampusnya, minimal tahu karakter
masyarakat seperti apa sehingga medan kontribusi pada pasca kampus nanti sudah
bisa diperkirakan dan dipersiapakan strategi untuk menghadapinya.
Pada akhirnya
program untuk berinteraksi dengan masyarakat bukan hanya KKP IPB saja, masih
banyak program yang datangnya dari mahasiswa seperti bina desa, bakti sosial
dll yang memang bertujuan untuk merangsang emotional question para mahasiswa.
Masa menjadi mahasiswa sangatlah terbatas, terbatas oleh ruang dan waktu.
Sehingga yang paling tepat adalah menjadikan masa sebagai mahasiswa sebagai
sarana belajar, belajar tentang keilmuan masing-masing (akademik) dan belajar
tentang kehidupan. - Ibnu Subandi -
Tidak ada komentar:
Posting Komentar