“ Dan Kami tebus
anak itu dengan seekor sembelihan yang besar.”
(Q.S Ash
Shaaffat : 107)
Saat kecil dulu, hari raya Idhul Adha merupakan hari
yang menyenangkan karena pasti akan dapat daging dan makan enak. Namun itu dahulu,
bagi mahasiswa perayaan Idhul Adha sudah bukan saatnya terlena dengan dapat
daging dan makan enak apalagi hanya sebagai ritual keagamaan akan tetapi perlu
memaknai lebih dalam akan hakikat Idhul Qurban itu sendiri.
Jika kita berbicara Idhul Qurban maka langsung terbesit
dalam benak kita sebuah peristiwa bersejarah antara Ibrahim dan Ismail. Syariat
berqurban yang dilakukan pada hari raya haji memang berdasarkan kisah nabi
Ibrahim dan nabi Ismail. Allah pun mengabadikan peristiwa itu dalam Al Qur’an yakni
Q.S Ash Shaaffat : 100 – 107, ada banyak hikmah yang dapat kita petik dari
peristiwa ini.
Ibrahim merupakan nabi yang sudah terbukti kesabarannya,
bagaimana tidak? Ia terus bersabar hingga usia 80-an Ibrahim masih belum
mempunyai putra, sampai – sampai ia berdoa kepada Allah “Ya Tuhanku, anugrahkanlah kepadaku (seorang
anak) yang termasuk orang-orang yang saleh”. Ibrahim merupakan nabi yang
disebut sebagai kekasih Allah selain nabi Muhammad, sudah menjadi kehendak
Allah jika kekasih-Nya meminta maka Dia akan mengabulkannya. “Maka Kami beri dia kabar gembira dengan
seorang anak yang amat sabar” itu adalah jawaban Allah atas doa yang
dipanjatkan Ibrahim.
‘Anak yang amat sabar ’ itu diberi nama Ismail, tentu
sebagai anak yang sudah lama dinantikan Ismail sangat dicintai oleh orang
tuanya. Ismail tumbuh menjadi anak yang sholeh dan berbakti terhadap orang
tuanya, kemudian Allah hendak menguji keduanya, Ibrahim dan Ismail. “Maka tatkala anak itu sampai
(pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: "Hai
anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka
fikirkanlah apa pendapatmu!” Sering kali kita mengambil hikmah bahwa yang
diuji adalah nabi Ibrahim, namun ternyata bukan hanya Ibrahim tetapi juga Ismail
pun diuji kesabarannya. Di sini kita bisa melihat kebijaksanaan Ibrahim,
Ibrahim berimimpi ia menyembelih Ismail meskipun ia seorang nabi ia tidak
mengatakan kepada Ismail bahwa itu adalah perintah Allah padahal salah satu
cara Allah memberi petunjuk kepada nabi-Nya adalah melalui mimpi. Kemudian
walaupun Ibrahim itu tahu bahwa mimpi itu datangnya dari Allah ia tidak serta
merta melaksanakannya, ia justru menanyakan pendapat anaknya terlebih dahulu
karena Ibrahim tahu Ismail termasuk dalam orang yang shaleh. Ini merupakan
salah satu prinsip yang perlu dipegang dalam
berorganisasi, yakni sebelum memberikan suatu amanah ke orang lain maka
mintalah pendapat orang itu tentang amanah yang akan diberikan.
“Ia
menjawab: "Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya
Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar”. Sebagai anak
yang sholeh, Ismail tahu kalau ayahnya seorang nabi dan ia paham betul kalau
mimpi ayahnya itu datangnya dari Allah. Oleh karenanya ia mengatakan
‘kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu’ padahal sebelumnya Ibrahim tidak
mengatakan bahwa mimpi itu adalah perintah Allah, inilah bukti kesholehan
Ismail. Ismail meyakini mimpi itu dari Allah sehingga ia pun mengerti bahwa ini
adalah suatu bentuk ujian, karena itu ia pun mantap mengatakan ‘insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk
orang-orang yang sabar’.
“Tatkala
keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipis(nya),
(nyatalah kesabaran keduanya). Dan Kami panggillah dia: "Hai Ibrahim,
sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu,”. Ujian
yang begitu berat anak yang selama ini dirindukan dan ditunggu kehadirannya
harus disembelih, butuh ketabahan yang luar biasa untuk bisa menyembelih anak
yang sangat dicintainya. Namun, ternyata ketaatan dan kecintaan Ibrahim kepada
Allah jauh lebih besar daripada kepada anaknya sehingga dengan tabah ia tetap
melaksanakan perintah itu. Keikhlasan Ismail pun patut kita pelajari, ia
mendukung perintah Allah kepada ayahnya tanpa sedikitpun usaha untuk menghalang
– halangi. Ismail mencoba tidak menghalangi ayahnya untuk tetap melaksanakan
perintah Tuhannya. Melihat keadaan ini Allah pun memberikan jawaban ‘sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi
itu’, Ibrahim dan Ismail telah membenarkan bahwa mimpi itu sesungguhnya
datang dari Allah. Allah kemudian memberitahukan bahwa ini memang sebuah ujian,
“Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian
yang nyata”.
“Dan
Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar”. Ibrahim dan
Ismail telah menunjukan ketaatan dan kesabarannya, oleh karena itu Allah
menghendaki untuk menebus Ismail dengan sesembelihan yang besar. Ini adalah
balasan Allah atas ketaatan dan kesabaran Ibrahim dan Ismail. Akan tetapi
pengorbanan perasaan Ibrahim dengan mendahulukan ketaatan kepada Allah tidak
hanya dibalas Allah dengan hewan sembelihan saja, Allah mengabadikan untuk
Ibrahim pujian yang baik yaitu "Kesejahteraan
dilimpahkan atas Ibrahim". Tidak hanya sampai di situ Allah pun
memberikan kabar gembira lainnya, yaitu kelahiran Ishaq, “Dan Kami beri dia kabar gembira dengan (kelahiran) Ishaq seorang nabi
yang termasuk orang-orang yang saleh”. “Kami
limpahkan keberkatan atasnya dan atas Ishaq....”. Balasan Allah ini
disebutkan dalam ayat – ayat berikutnya yaitu Q.S Ash Shaffat : 108 – 113.
Peristiwa ini mengajarkan kita tentang
kesabaran, sabar dalam menjalankan perintah Allah. Sudah menjadi fitrah dalam
menyampaikan kebajikan pasti penuh rintangan, jalannya panjang dan berliku
sehingga jangan mudah berputus asa dalam menyampaikan kebaikan. Jika terus
bersabar dalam melaksanakan perintah Allah, hingga sampai pada waktunya nanti
Allah akan memberikan balasan-Nya seperti yang disebutkan dalam Q.S Ash
Shaaffat : 110, “Demikianlah Kami memberi
balasan kepada orang-orang yang berbuat baik”.
Kita juga bisa belajar tentang ketaatan
dan kecintaan kepada Allah, Ibrahim sudah menunjukan itu. Walaupun ia sangat
mencintai anaknya yang hadir melewati penantian yang panjang, Ibrahim tetap
lebih cinta kepada Tuhannya. Bahkan secara eksplisit Allah menegaskan dalam surat
At Taubah : 24, “Katakanlah: "jika
bapa-bapa, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta
kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan
tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih
kamu cintai dari Allah dan Rasul-Nya dan dari berjihad di jalan-Nya, maka
tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya." Dan Allah tidak
memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik”. Ini merupakan peringatan
untuk kita semua agar terhindar dari golongan orang – orang yang fasik.
Pelajaran lain peristiwa ini yakni
tentang sedekah. Ibrahim telah merelakan anak yang paling dicintainya untuk
disembelih, ini mengajarkan kita agar ketika bersedekah paling utama adalah
memberikan yang terbaik dari apa yang kita miliki atau memberikan apa yang kita
cintai. Namun jika kita menengok kembali peristiwa ini, ketika Ibrahim sudah
merelakan anaknya hingga pisau itu siap memotong leher Ismail, Allah gantikan
Ismail dengan sesembelihan yang besar. Setidaknya ada 4 balasan dari Allah ketika
memberikan apa yang kita cintai.
1.
Allah akan
menggantinya dengan sesuatu yang lebih besar, Allah sudah menjanjikan itu dalam
surat Al Baqarah : 261 “Perumpamaan
(nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan
Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada
tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang
Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui”.
2.
Allah akan
memberikan pujian yang baik
3.
Allah
memberikan kabar gembira, dan
4.
Allah akan
memberikan keberkahan atasnya.
Sungguh
Maha Besar Allah atas segala Kuasa-Nya, perayaan hari raya Idhul Adha hendaklah
jangan dilewatkan begitu saja tanpa mengambil hikmah dari catatan sejarah yang
mendasari syariat ibadah qurban ini. Berqurban merupakan momen yang tepat untuk
berlatih membiasakan bersedekah serta menumbuhkan kepekaan dan kepedulian
sosial kita terhadap masyarakat di sekeliling kita. Wallahu alam bishawab.