“di tempat terbuka ini, kehidupan memberikan kau
kejernihan pikiran, ketajaman penglihatan, perasaan yang murni dengan tanpa
hambatan.” (Umar bin Khattab)
Salah satu tujuan Allah menciptakan manusia adalah untuk
menjadi pemimpin di muka bumi, dalam Firman-NYA Allah menyebutkan “Dia-lah yang menjadikan kamu khalifah –
khlaifah di muka bumi...” (Q.S 35:39) sehingga sudah menjadi suatu fitrah dalam
suatu kelompok, komunitas maupun institusi pastilah ada pemimpinnya, baik itu
pemimpin formal maupun non formal. Bahkan dalam kelompok kecil sekalipun
keberadaan pemimpin sangat dibutuhkan seperti yang dipesankan oleh nabi
Muhammad “jika kalian bepergian maka
angkatlah salah seorang diantara kalian menjadi pemimpin.”(Al Hadits)
Keberadaan sosok pemimpin merupakan peran vital dalam
sebuah komunitas, dialah yang mengarahkan dinamisasi kelompok, menyelesaikan
perkara yang terjadi diantara anggotanya, bertanggung jawab atas komunitasnya
serta bisa juga merupakan simbol dari suatu komunitas. Tanpa adanya pemimpin,
komunitas itu akan stagnan tidak ada pergerakan yang dinamis. Efeknya
keberadaan komunitas itu pasti tidak akan bertahan lama. Contoh kecil dalam
adegan peperangan yang sering kita tonton di televisi, jika salah satu pemimpin
diantara dua kubu mati maka perang pun berakhir, pasukan yang kehilangan
pemimpin ditawan dan daerahnya dikuasai. Eksistensi mereka sebagai pasukan sudah
tidak ada lagi.
Sosok pemimpin ideal selalu menjadi topik yang hangat
ketika ada suatu pemilihan baik itu tingkat desa, daerah, provinsi hingga
tingkat nasional. Kata pemimpin ideal muncul karena dari berbagai pengalaman
tidak semua pemimpin itu mampu menjalankan fungsinya dengan baik, bahkan
keberadaan pemimpin justru menyengsarakan anggotanya. Banyak pemimpin yang
ketika dia memimpin justru tidak dipercaya oleh masyrakatnya sehingga
muncul-lah pergolakan dari arus bawah yang menginginkan pemimpin itu mundur. Berita
terhangat saat ini yakni pergolakan Suriah,
pergolakan yang cukup menyedot perhatian dunia. Pemerintah Suriah bertindak
otoriter terhadap warga yang membangkang, bahkan perdana
menteri Turki mengatakan Suriah telah berubah menjadi negara teroris yang
melakukan pembantaian massal terhadap rakyatnya sendiri. Namun
jauh sebelum pergolakan Suriah, ada beberapa pemimpin yang
berhasil “diturunkan” oleh rakyatnya diantaranya Presiden Indonesia Soeharto pada tahun
1998, Zainal Abidin bin Ali atau biasa disebut Ben Ali presiden Tunisia pada tahun 2011 , Muamar Khadafi presiden Mesir pun pada tahun 2011.
Jika kita berbicara sosok pemimpin ideal maka sudah
sepatutnya kita menjurus ke satu nama yaitu Muhammad SAW. “Sesungguhnya telah ada pada (diri)
Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu...” (Q.S 33: 21), Allah sudah
menjamin bahwa dalam diri Rasulullah terdapat keteladanan termasuk jika kita
berbicara pemimpin dan kepemimpinan. Banyak sekali kisah yang menceritakan
tentang bagaimana kepeimpinan Rasulullah baik dalam berkeluarga, bermasyarakat,
bernegara hingga kepemimpinan dalam berperang. Oleh karena itu sekarang ini
berkembang kepemimpinan profetik, kepemimpinan ala nabi. Kepemimpinan yang
lebih banyak mengambil hikmah dari al qur’an dan memadukannya dengan menggali
lebih dalam makna kepemimpinan para nabi, terutama nabi Muhammad.
Kepemimpinan nabi Muhammad bukan serta
merta langsung Allah berikan kepada beliau, namun Allah memberikan kepemimpinan
itu melalui proses yang luar biasa. Salah satu metode pengajaran agar Muhammad
SAW menjadi pemimpin yang tangguh adalah dengan menjadikan beliau sebagai
penggembala di usia belia. Menjadi penggembala merupakan amanah yang besar,
mesti menjaga hewan peliharaan dengan baik, memberi makan, menggiring ke padang
rumput dan kembali ke kandang, memastikan jumlah yang keluar dan yang kembali
ke kandang sama, ini bukan pekerjaan yang mudah. Butuh kepekaan perasaan agar
seseorang mampu menggiring hewan, butuh kemampuan untuk memahami karakter
masing – masing hewan hingga pada titik tertentu akan mengerti apa yang mesti
dilakukan jika hewan peliharaan itu memberikan isyarat. Menjadi penggembala, proses
inilah yang membentuk Muhammad SAW sebagai pemimpin jika terhadap hewan
peliharaan beliau mampu menjaga dan memeliharanya dengan baik apalagi terhadap
manusia yang sudah dibekali Allah akal untuk berpikir.
Seperti itulah cara Allah membekali
karakter pemimpin dalam diri Rasulullah, hasilnya tak bisa diragukan lagi.
Proses menjadi penggembala juga dialami oleh beberapa sahabat Rasul, salah
satunya Umar bin Khattab. Sebuah dialog dalam film Omar, ketika Umar sedang
bercakap dengan saudaranya di padang gembalaan,
“di tempat terbuka ini, kehidupan memberikan
kau kejernihan pikiran, ketajaman penglihatan, perasaan yang murni dengan tanpa
hambatan. Dan untuk unta, ketika kau memperlakukan mereka seperti yang aku
lakukan, kau akan menyadari bahwa mereka membutuhkan pengurusan yang layak, kau
akan bisa mengenal mereka secara individual. Tiap - tiapnya memiliki perangai,
kebiasaan, kebutuhan, dan kemampuannya sendiri. Tiap berkumpul pada kawanannya,
tapi tidak ada 2 unta yang identik. Ketika kau menyadari penuh akan hal ini,
kau mengurus mereka sebagai kawanan, tetapi kau melihat mereka sebagai
individu. Kau akan baik kepada mereka sebagaimana ibu baik kepada anak-anaknya.
Dimana ini berlaku untuk unta, inipun
lebih berlaku lagi kepada manusia. Hidup mereka tak akan berkembang sampai
mereka punya pemimpin yang mengurus urusan mereka.”
Kalimat itulah yang terlontar dari mulut
Umar ibnu Khattab ketika menggembala unta – unta Khattab. Tak disangka beberapa
puluh tahun kemudian seorang penggembala seperti Umar menjadi pemimpin kaum
muslimin (Amirul Mukminin). Ini merupakan bukti bahwa para
pemimpin terdahulu selalu belajar dari pengalaman dan kearifan lokal, hal yang
sama pun bisa dilakukan oleh pemimpin saat ini, tidak harus menjadi penggembala
terlebih dahulu akan tetapi meneladani bagaimana ia mau belajar dan mampu
mengambil hikmah dari setiap peristiwa kemudian mengaplikasikan dalam karakter
kepemimpinannya.
Pemimpin itu tidak
dilahirkan tapi diciptakan, kepemimpinan itu tidak diwariskan namun ia dibentuk
melalui proses yang tidak sebentar. Pemimpin yang bijak adalah pemimpin yang
menyadari akan peran dan fungsinya sebagai khalifah (wakil Allah) di muka Bumi
serta menyadari bahwa posisi yang ia dapatkan semata-mata rahmat dari Allah,
bukan karena usaha dan kerja kerasnya. Oleh karena itu tanggung jawab yang ia
emban bukan hanya kepada orang – orang yang dipimpinnya akan tetapi juga kepada
Allah sebagai pemberi kuasa terhadap dirinya, seperti sabda nabi “Setiap kita
adalah pemimpin dan setiap pemimpin akan diminta pertanggungjawaban atas
orang-orang yang dipimpinnya di Hari Kiamat kelak” (Al Hadits)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar