“Dijadikan terasa indah dalam pandangan manusia cinta terhadap apa yang
diinginkan, berupa perempuan – perempuan, anak – anak, harta benda yang
bertumpuk dalam bentuk emas dan perak, kuda pilihan, hewan ternak dan sawah
ladang. Itulah kesenangan dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yag baik”
(Ali Imran : 14)
Seandainya
Majelis Ulama Indonesia (MUI) membolehkan pacaran, sepertinya saat ini sudah
banyak aktivis yang berpacaran. Mungkin karena pacaran itu identik dengan kegiatan
yang cenderung mengarah kepada zina makanya pacaran itu dilarang. Lalu
bagaimana kalau pacaran tetap menjaga nilai – nilai syari? Saling menasehati
dalam kebaikan dan kesabaran? Ah…kawan, sering kali logika keimanan kita kalah
oleh logika perasaan. Lebih sering menuruti perasaan daripada keimanan kita.
Lebih sering mencari – cari alasan syari untuk suatu pembenaran..
Rasa
cinta merupakan rahmat Allah yang luar biasa, dengan cinta seorang ibu rela
‘menderita’ selama 9 bulan, dengan cintalah Ainun selalu menemani Habibie
kapanpun dan dimanapun berada, dengan cinta pula Rasulullah memberi makan
seorang buta yang selalu mencacinya. Cinta bisa membuat sesuatu yang biasa
menjadi tampak luar biasa, mampu membuat energi yang dikeluarkan meningkat
berkali lipat, akan tetapi jika bukan pada tempatnya cinta bisa membuat yang
salah menjadi benar.
Sepertinya
tantangan terbesar bagi aktivis bukanlah bagaimana membuat event yang menarik,
bukan minimnya dana untuk kegiatan, bukan bagaimana mengelola organisasi yang
baik, bukan pula mengelola individu yang berbeda dalam sebuah komunitas tetapi
bagaimana mengelola hati jika muncul perasaan antar individu. Beberapa kali
sempat mendengar kisah aktivis dakwah yang ‘menikmati cinta sebelum waktunya’,atau bahagia bisa merasakan “cinta”. Mungkin sebagian ada yang menyadari kalau apa
yang mereka lakukan itu salah, namun sekali lagi kawan.. sering kali logika
keimanan kalah oleh logika perasaan.
Pernah
ada yang bilang pacaran memang enak kok, ada yang memperhatikan, ada yang
selalu menanyakan “sudah makan belum?”, ada yang selalu mengingatkan jika
salah, ada sosok yang bisa dirindukan kehadirannya, dan ada seseorang yang
mengisi relung hati yang kosong. Yah..mungkin hal itu yang membuat logika
perasaan lebih mendominasi daripada logika keimanan.
Kecenderungan
manusia terhadap pasangan jenis (disebut pasangan jenis karena Allah
menciptakan manusia berpasang-pasangan bukan berlawanan –red) adalah suatu yang
wajar, kadang seorang laki – laki cenderung merasa nyaman bersama wanita pun
begitu sebaliknya. Jika muncul rasa cinta diantara mereka itu sesuatu yang baik
jika dilakukan dengan tata cara yang diajarkan.
Fenomena
ini bukan sepenuhnya salah kawan kita yang jatuh cinta, karena bisa jadi ketika
dia butuh perhatian kita tak ada untuknya, ketika dia butuh semangat kita pun
tak ada untuknya, dan ketika dia butuh orang yang mengingatkan kita juga tak
ada untuknya sehingga ketika ada orang lain yang memberi perhatian, semangat
dan mengingatkannya itu bak gayung bersambut. Dan akhirnya ia lebih merasa
nyaman bersama orang lain daripada bersama kita.
Namun,
bagaimanapun juga mereka yang ‘merasakan cinta’ tetap kawan kita, tetap saudara
kita. Ukhuwah ini tak akan pudar meski kita kini “berbeda pandangan”. Maafkan
kami yang tak ada ketika kau butuh, maafkan karena tak memberi perhatian yang
cukup, dan maafkan kami jika telah membiarkan kau sendiri dalam kebingungan.
Semoga Allah memberi hidayah untuk kita kawan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar