Selasa, 12 April 2011

Kedudukan As Sunnah dalam Islam


As sunah merupakan penafsiran Alquran dalam penerapan ajaran islam secara faktual dan ideal. Seperti yang dinyatakan oleh aisyah r.a ketika ditanya oleh ayahnya tentang akhlak nabi “Akhlak beliau adalah Al Quran” sebagai penerapan ajaran islam maka Rasulullah ibarat Al Quran yang berjalan. Oleh karenanya siap yang ingin mengetahui ajaran islam lebih rinci dapat mempelajari Sunnah Nabawiyah yaitu: ucapan, perbuatan dan persetujuan nabi SAW.

Manhaj islam adalah manhaj yang komprehensif, seimbang, dan memudahkan. Komprehensif disini meliputi panjang rentang waktu kehidupan manusia sejak lahir sampai ia mati, lebar meliputi seluruh aspek kehidupan dan dalam mencakup “kedalaman” kehidupan seperti tubuh, akal dan ruh. Seimbang maksudnya ada di tengah-tengah seperti dinyatakan dalam QS Al Baqarah : 143 yaitu umat yan di tengah-tengah, maka ketika Nabi melihat sahabatnya condong ke arah “berlebihan” atau “ kekurangan” beliau segara megembalikan ke tengah (moderat). Memudahkan, islam dan sunnah nabi tidak ada yang memberatkan sesuai sabda Rasul “Sesungguhnya aku ini rahmat yang dihadiahkan (untuk seluruh manusia) dan firman Allah “Tiadalah Kami mengutus kamu (Muhammad) melainkan sebagai rahmat bagi semesta alam” Al anbiya :107.

Kewajiban kaum muslim terhadap As sunnah
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa Sunnah nabi adalah manhaj terinci bagi seorang muslim dan masyarakat muslim. Adalah kewajiban kaum muslim untuk memahami manhaj nabawi yang terinci dengan ciri khasnya yang komprehensif, saling melengkapi, seimbang dan penuh kemudahan seperti generasi muslim terbaik. Namun Rasul mengisyaratkan tentang apa yang akan menimpa ilmu kenabian serta warisan risalah akibat ulah kaum ekstrem, sesat dan bodoh. Kaum ekstrem telah menjauh dari jalan tengah,jalan lurus yang lapang, dan kemudahan yang sifat kewajiban syariat ini. Si kap Ghuluw (berlebih-lebihan) telah menjauhkan mereka. Kaum sesat melakukan manipulasi yang dimasukan ke dalam manhaj nabawi dengan bid’ah yang bertentangan dengan watak asli manhaj islam. Lalu penafsiran oarang jahl (bodoh) yang merusak hakikat agama islam, menyelewengkan konsepnya dan mengurangi integritasnya dengan menghilangkan berbagai hukum dan ajaran dari batang tubuhnya. Itu karena tidak adanya pijakan yang kuat dalam ilmu atau dalam upaya mencari kebenaran.

Beberapa prinsip dasar dalam berinteraksi dengan As sunnah An nabawiyah.
Hendaknya siapa saja yang hedak berinteraksi dengan As sunnah sebaiknya berpegang pada beberapa prinsip, pertama menelti dengan seksama tentang keshahihan hadits yang dimaksud sesuai denagn acuan ilmiah yang telahdietapkan oleh para pakarhaits yang dipercaya. Kedua meaami dengan benar nash-nash yang berasal dari nabi sesuai dengan pengertian bahasa dan dalam rangka konteks hadits tersebtserta sebab wurud oleh beliau, juga dalam kaitan dengan nash-nash Al Quran dan sunnah yang lain. Ketiga,memastikan bahwa nash tersebut tidak bertentangan dengan nash lainya yang lebih kuat kedudukannya baik yang berasal dari Al Quran atau hadits lain yang lebih banyak jumlahnya atau lebih shahih.

          As sunnah adalah sumber kedua dalam islam dalam bidang tasyri’dan dakwah sehingga agar As sunnah dapat memenuhi fungsinya harus terlebih dahulu kita meyakini bahwa hadits tersebut benar-benar beraal dari nabi SAW oleh karenanya ada ketentun dalam penentuan derajat hadits, hadit yang kita jadikan dasar bagi kesimpulan hukum atau dakwah adalah yang berpredikat shahih atau hasan. Menolak hadits shahih sama saja menerima hadits palsu, menerima hadits palsu merupakan perbuatan “memasukan sesuatu yang bukan dari agama ke dalam agama” sedang menolak hadits shahih berarti “mengeluarkan dari agama sesuatu yang merupakan bagian dari agama”. Keduanya adalah perbuatan tercela dn tak dapat diterima, baik berupa penerimaan sesuatu yang bathil atau penolakan sesuatu yang haqq. Namun ada yang menolak hadits shahih karena pemahaman yang keliru, ada sebagian orang yang menbaca hadits tergesa-gesa lalu mndapati makna tertentu khayalanya yang dijadikan sebagai bahan menafsirkan hadits tersebut. Dan manakala akalnya tidak menerima makna hadits tersebut  maka ia akan menolaknya. Padahal seandainya mau bersikap jujur dan adil serta merenung dan meneliti niscaya akan diketahui makna hadits itu tidak seperti yang ia pahami.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar