Tibalah hari dan jam yang telah ditentukan, dengan semangat seorang aktivis, beliau datang tepat waktu di sebuah tempat yang telah di janjikan ustad. Taaruf pun dimulai, sang akhi duduk di sebelah murobbi, sementara agak jauh di depannya sang akhwat ditemani murobbiyahnya dengan posisi duduk menyamping menjauhi sudut pandangan si ikhwan. Setelah sekian lama berlalu tak ada pembicaraan, sang murobbi berbisik pelan pada mad'unya yang malu-malu ini,
"Gimana akhi, sudah lihat akhwatnya belum, sudah mantap apa belum?"
"Sudah Ustad, saya mantap sekali ustad, akhwatnya yang sebelah kiri itu khan?"
Murobbinya kaget, wajahnya berubah agak kemerahan. " Eh..gimana antum! yang itu istri saya!" ---------------------------------------------------------------------------------------------------------------
"Gimana akhi, sudah lihat akhwatnya belum, sudah mantap apa belum?"
"Sudah Ustad, saya mantap sekali ustad, akhwatnya yang sebelah kiri itu khan?"
Murobbinya kaget, wajahnya berubah agak kemerahan. " Eh..gimana antum! yang itu istri saya!" ---------------------------------------------------------------------------------------------------------------
" Akhi, ini yang terakhir kalinya, kira-kira seperti apa akhwat yang antum inginkan menjadi pendamping antum dalam berdakwah?", tanya murobbi dengan nada pasrah.
"Sudah deh ustad, ane nggak banyak minta, yang asal-asalan aja", jawab sang ikhwan.
Sang Murobbi pun bengong dibuatnya, "Asal-asalan bagaimana maksud antum?
Antum kan punya hak untuk mengajukan kriteria."
"Maksud ane, asal sholihah, asal cantik, asal kaya, asal hafal Qur'an, asal pintar, dan asal-asalan yang lainnya."
"Pantes aja antum nggak nikah-nikah!", jawab Murobbi dengan penuh keheranan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar